10 Culture Shock di Jogja, Apa Saja?

Kenali 10 penyebab culture shock di jogja yang sering dialami pendatang di Jogja, mulai dari selera makanan hingga kebiasaan sehari-hari

Tugu Jogja-Culture Shock di Jogja

Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman budaya, di mana setiap daerah memiliki adat dan kebiasaan yang unik. Perbedaan ini sering kali bisa menimbulkan culture shock, terutama bagi pendatang baru yang belum terbiasa dengan lingkungan baru mereka. 

Daerah Istimewa Yogyakarta atau Jogja merupakan salah satu pusat budaya di Indonesia. Kota di Pulau Jawa ini memiliki tradisi dan kebiasaan yang khas. 

Bagi mereka yang baru pertama kali datang ke Jogja, perbedaan ini bisa menjadi pengalaman yang mengejutkan dan memerlukan waktu untuk beradaptasi. 

10 Culture Shock di Jogja 

Apa saja sih penyebab culture shock di Jogja? Ada sejumlah penyebab yang bisa membuat pendatang baru mengalami culture shock di Jogja, di antaranya adalah sebagai berikut: 

1. Selera Makanan

Penyebab culture shock di Jogja yang pertama adalah perbedaan selera mahanan. Cita rasa makanan yang dihidangkan di Jogja cenderung manis. 

Rasa manis tersebut merupakan ciri khas yang menonjol dari kuliner daerah ini. Makanan seperti gudeg dan bakpia menjadi ikon kuliner yang mungkin terasa asing bagi mereka yang terbiasa dengan masakan yang dominan asin atau pedas. 

Bagi perantau atau pendatang baru dari daerah yang memiliki selera berbeda, adaptasi terhadap cita rasa manis ini bisa menjadi tantangan tersendiri.

2. Tutur Bahasa

Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah yang sering digunakan di Jogja, dan bisa menjadi tantangan bagi pendatang yang tidak terbiasa dengan bahasa ini. 

Selain itu, nada bicara dan intonasi yang digunakan juga berbeda dari daerah lain. Perbedaan ini bisa menjadi sumber culture shock, baik bagi orang Jogja ketika berinteraksi dengan pendatang, maupun sebaliknya.

3. Kebiasaan

Warga Jogja dikenal sangat ramah dan sopan, serta gemar menyapa satu sama lain. Mereka memiliki kebiasaan untuk selalu memberi salam atau izin dengan cara yang sangat sopan, bahkan hingga menundukkan kepala. 

Bagi orang dari daerah lain, yang mungkin tidak terbiasa dengan tingkat kesopanan seperti ini, kebiasaan ini bisa menjadi sesuatu yang mengejutkan dan memerlukan penyesuaian. 

Ditambah, orang Jawa dikenal dengan sifat “tidak enakan,” yang mencerminkan sikap mereka yang cenderung menghindari konflik dan menjaga perasaan orang lain. 

Berinteraksi dengan orang tua di daerah Jogja tentu harus menjaga sikap, tujuannya agar tetap mempertahankan kebiasaan dan sifat sopan santun di dalam diri. 

4. Adat dan Istiadat yang Kental

Jogja atau Yogyakarta adalah kota dengan tradisi dan budaya yang kaya. Ada cukup banyak perayaan kebudayaan yang diadakan secara rutin, baik tahunan maupun mingguan. 

Pendatang baru mungkin akan terkejut dengan frekuensi dan skala dari perayaan-perayaan ini, yang menunjukkan betapa dalamnya penghormatan masyarakat Jogja terhadap adat dan istiadat mereka. 

Namun, kamu tidak perlu larut dalam perasaan culture shock tersebut. Alih-alih, kamu bisa bergabung dan turut meramaikan acara yang diadakan oleh para warga lokal. 

5. Arah Mata Angin

Di Jogja, arah mata angin sering digunakan sebagai penunjuk arah, dengan Gunung Merapi sebagai patokan utara dan Pantai Parangtritis sebagai patokan selatan. 

Bagi kamu yang terbiasa dengan petunjuk arah sederhana seperti kiri, kanan, atau lurus, penggunaan arah mata angin bisa sangat membingungkan. Maka dari itu, panduan arah mata angin menjadi salah satu sumber culture shock Jogja yang sering dikeluhkan.

6. Ramah dan Sering Menyapa

Warga Jogja dikenal dengan keramahannya yang khas, yang tercermin dalam cara mereka berinteraksi sehari-hari. Salah satu kebiasaan yang paling mencolok adalah bagaimana mereka sering kali menggunakan klakson sebagai bentuk sapaan ketika berada di jalan. 

Bagi orang luar, klakson biasanya diasosiasikan dengan peringatan atau teguran, tetapi di Jogja, bunyi klakson ini justru sering digunakan untuk menyapa teman atau orang yang dikenal. 

Setelah membunyikan klakson, warga Jogja juga biasanya menyertakan sapaan verbal seperti ‘monggo’ yang berarti ‘mari’, atau ‘pareng’ yang berarti ‘permisi’. Sapaan ini tidak hanya sekadar basa-basi, tetapi juga mencerminkan budaya santun dan penuh hormat yang sudah mendarah daging di masyarakat Jogja. 

Bagi pendatang yang belum terbiasa, cara menyapa yang unik ini bisa menimbulkan kebingungan, terutama karena makna dan konteks penggunaan klakson berbeda dengan yang mungkin mereka kenal di tempat asal mereka. 

7. Banyak Nama Tempat yang Disingkat

Penyebab culture shock di Jogja berikutnya adalah masalah penyingkatan nama tempat. Jogja memiliki kebiasaan untuk menyingkat nama-nama tempat. 

Nama-nama tersebut mencakup Tamsis (Tamansiswa), Concat (Condongcatur), Paris (Parangtritis), Jakal (Jalan Kaliurang), dan Monjali (Monumen Jogja Kembali). 

Pendatang baru mungkin perlu waktu untuk memahami singkatan-singkatan ini agar tidak tersesat atau bingung ketika mencari suatu tempat. 

8. Banyak Angkringan dan Warmindo

Warung makan di Jogja, terutama angkringan dan warmindo (warung makan Indomie), sangat populer, khususnya di kalangan mahasiswa. Penyebab kepopuleran tersebut adalah karena harganya yang terjangkau. 

Bagi pendatang baru, istilah ‘warmindo’ mungkin belum begitu familiar, mengingat di beberapa daerah lain, warung sejenis lebih dikenal dengan nama ‘burjo’. 

Tempat makan murah ini sangat mudah ditemukan. Kalau kamu ingin membeli makanan dengan harga ramah kantong, cukup cari angkringan atau warmindo yang dekat dari tempat tinggal. 

9. Sistem Jalan One Way

Jogja memiliki banyak jalur satu arah (one way), yang bisa membingungkan bagi pendatang baru yang belum terbiasa. Perhatian ekstra diperlukan saat berkendara di kota ini agar tidak salah arah atau terkena tilang. 

Selain itu, di beberapa lampu merah, kamu bisa menemukan pengamen yang kreatif dengan memainkan alat musik tradisional seperti angklung, sebuah pemandangan yang mungkin jarang ditemui di kota lain.

10. Harga di Jogja Serba Murah

Salah satu kejutan yang menyenangkan bagi pendatang baru di Jogja adalah harga-harga yang relatif murah. Dari makanan seperti ayam geprek hingga barang-barang kebutuhan sehari-hari, semuanya masih bisa didapatkan dengan harga yang ramah di kantong. 

Hal ini membuat Jogja menjadi kota yang sangat bersahabat bagi pelajar dan perantau. Beberapa orang yang datang dari luar Pulau Jawa bisa saja mengalami culture shock di Jogja ini saat bertransaksi barang maupun makanan murah. 

Itulah beberapa culture shock di Jogja  yang mungkin dialami pendatang baru di Jogja. Perbedaan-perbedaan ini, meskipun terkadang mengejutkan, sebenarnya mencerminkan kekayaan budaya yang dimiliki oleh Jogja. 

Sebagai pendatang, penting untuk menghormati dan beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan lokal ini. Dengan memahami dan menerima perbedaan, kamu tidak hanya akan lebih mudah beradaptasi, tetapi juga akan lebih menghargai keunikan budaya yang ada di Jogja.

More from the Paketwisatadijogja.co.id Blog

Tugu Jogja-Culture Shock di Jogja

10 Culture Shock di Jogja, Apa Saja?

Kenali 10 penyebab culture shock di jogja yang sering dialami pendatang di Jogja, mulai dari selera makanan hingga kebiasaan sehari-hari
Gapura Kampung Ketandan

Kampung Ketandan Pecinan Jogja: Lokasi, Daya Tarik & Fakta Sejarah

Kampung Ketandan sebagai kawasan pecinan Jogja menawarkan daya tarik dan fakta sejarah yang menarik untuk ditelusuri. Cari tahu selengkapnya di artikel ini!
Pasar Beringharjo

Pasar Beringharjo: Lokasi, Rute, Daya Tarik, hingga Sejarah

Cari tahu lebih lanjut tentang Pasar Beringharjo. Mulai dari jam buka, lokasi, rute, daya tarik, hingga sejarah berdirinya di artikel ini!

Leave a Comment